Pages

MANAJEMEN AKUAKULTUR OLEH MASYARAKAT

Budidaya perikanan sangat menjanjikan dan memmberikan prospek yang cukup besar untuk dikembangkan secara terus – menerus dan memiliki potensi pasar yang cukup luas, sehingga manajemen akuakultur yang telah ada dan berkembang pesat perlu terus dikaji dan dipelajari secara serius.
Secara umum, sistem akuakultur dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu akuakultur sistem tradisional dan akuakultur sistem modern atau semi intensif / intesnsif. Kedua sistem akuakultur tersebut berbeda dalam manajemen budidayanya.
Pada umumnya sistem akuakultur yang diginakan masyarakat masihlan menggunakan sistem akuakultur tradisional atau budidaya ekstensif, sehingga dalam manajemen budidayanya pun memiliki ciri tersendiri. Sistem budidaya tradisional merupakan sistem yang paling tua dan masih banyak dipakai sampai saat ini.Pada sistem ini biota ditempatkan di alam terbuka seperti teluk dan danau. Arus air yang mengalir secara alami akan membawa oksigen kelokasi budidaya, mengangkut dan membuang kotoran keluar dari lokasi budidaya, bahkan juga membawa makanan ke tempat dimana biota dipelihara. Kelebihan sistem ini yaitu relatif rendahnya biaya investasi, pemeliharaan, dan manajemen.Sedangkan kekurangan pada sistem ini mencakup munculnya problem akibat predator dan pencurian, serta laju pertumbuhan yang bervariasi sehingga produk yang dipanen tidak seragam (ukuran dan kwalitas). (Setyono, 1997)
            Pengelolaan usaha budidaya perairan sistem ekstensif atau tradisional sangat sederhana, dan padat penebaran yang rendah. Pada budidaya bandeng (Chanos chanos) di tambak misalnya, nener (benih bandeng) ditebar dengan kepatan 3.000-5.000 ekor/ha atau 0,3-0,5 ekor/m². Dengan padat penebran tersebut dipanen ikan bandeng 300-1000 kg/ha/musim. Padat penebaran yang rendah juga diterapkan pada kolam air tawar.
            Sering kali tambak di pesisir yang dikelola secara tradisional dibuat untuk menjebak ikan dan udang. Pada pasang, pintu tambak dibuka sehingga benih ikan dan udang mengikuti air pasang masuk ke dalam tambak. Pintu tambak kemudian ditutup dan berbagai jenis ikan maupun udang dibiarkan hidup selama beberapa waktu sampai mencapai ukuran konsumsi. Ikan dan udang di tambak memanfaatkan berbagai pakan alami di dalam tambak. Petambak tidak melakukan pemberian pakan dan pengelolaan kualitas air yang lain. Sewaktu-waktu petambak melakukan pemasukan air baru untuk mengganti air yang hilang karena penguapan dan rembesan. dengan cara pengelolaan seperti ini, produktivitas tambak sangat rendah. Selain karena pengelolaan yang sangat sederhana, berbagai biota di dalam tambak juga merupakan faktor penghambat produktivitas karena kompetisi dan pemangsaan. (Effendi, 2004)
Selain budidaya secara tradisional tidak sedikit juga masyarakat yang menggunakan cara budidaya modern baik itu semi-intensif ataupun intensif. Menurut Erna Rarmawati, (2008) system budidaya semi – intensif memiliki salah satu ciri yaitu adanya pakan tambahan karena untuk hidup dan tumbuh memerlukan pakan yang cuku kuanitas dan kualitasnya. Dan pada penebaran di kolam semi – intensif padat penebarannya mencapai 3-10 ekor/m2.
Teknik pemijahan semi-intensif masih mengandalkan pembuahan alami (natural spawning) seperti halnya pada teknik pemijahan kolam konvensional. Ukuran kolam yang digunakan juga tidak jauh berbeda, yaitu 2 x 2 m untuk setiap pasang induk. Tinggi kolam sekitar 0,6 m, diisi air setinggi 30-50 cm. untuk mencegah induk melompat keluar saat berkejar-kejaran, kolam pemijahan ditutup anyaman bambu, anyaman daun kelapa, tripleks, ataupun bahan lain. Bagian dasar kolam diberi kakaban yang terbuat dari ijuk untuk menempelkan telur.  (Dwi Eny Djoko Setyono, 2004)
Menurut Setyono (1997), budidaya Intensif  ialah keadaan kolam yang lebih modern. Didalm budidaya ini kolamnya terbuat dari beton semua.Baik dinding atau pun dasarnya. Dengan pembudidayaanseperti ini sangat sulit, karena akan memakan biaya yang banyak. Selain itu budidaya seperti ini sangat membutuhkan konsentrasi yang  penuh, agar perkembanagn ikan tidak terhambat.
Kolam tembok yang masih baru sebaiknya tidak langsung dipakai. Sebaiknya kolam itu diisi air dan kemudian ke dalamnya dimasukkan potongan-potongan batang pisang yang kemudian dibiarkan hingga membusuk. Potongan batang pisang itu akan menyerap racun dari bahan-bahan pembuat tembok, terutama semen. Setelah itu, kolam dicuci hingga bersih sehingga siap digunakan. (Dwi Eny Djoko Setyono, 2004)

Beberapa aspek yang penting dalam manajemen akuakultur yang merupakan komponen dasar dari manajemen akuakultur secara keseluruhan baik akuakultur tawar, payau maupun laut (marikultur). Manajemen akuakultur secara umum terdiri dari lima aspek dasar yang saling terkait dan mendukung yang penting untuk diketahui serta dipahami dengan baik dalam usaha akuakultur yang dijalankan. Aspek tersebut antara lain :
   1.      Aspek teknis atau teknik, meliputi semua yang berhubungan denga teknis akuakultur yang dilakukan dan kegiatan lain yang dilakukan dalam proses akuakultur itu sendiri.
     2.      Aspek sarana dan prasarana, meliputi semua yang berkaitan dengan alat dan bahan atau bangunan operasional yang digunakan untuk memperlancar (keberhasilan) suatu proses produksu usaha akuakultur.
     3.      Aspek administrasi dan keuangan, meliputi sumberdaya manusia, kelembagaan (organisasi) dan permodalan dalam usaha akuakultur.
     4.      Aspek sosial dan ekonomi, meliputi konsumen, pemasaran (pasar), keamanan, skala usaha dan kelayakan usaha akuakultur.
    5.      Aspek pengembangan usaha akuakultur, meliputi upaya pengembangan usaha yang telah dilakukan dan hasil yang diperolah dari pengembangan tesebut.
Pengetahuan dan pemahaman tentang manajemen akuakultur sangat penting untuk keberhasilan menjalankan usaha akuakultur yang baik, tepat dan berkesinambungan terutama akuakultur yang ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang kurang di mengerti atau ada yang perlu di koreksi silahkan komentar, baik berupa pertanyaan ataupun koreksi.